Minggu, 23 Februari 2014

ANALISIS PUISI TEORI RIFFATERE “NYANYIAN GERIMIS KARYA SONI FARID MAULANA”




PEMBAHASAN
ANALISIS PUISI NYANYIAN GERIMIS
Puisi
NYANYIAN GERIMIS
SONI FARID MAULANA

Telah kutulis jejak hujan
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma
Yang saling memahami gairah terpendam
Dialirkan sungai ke muara

Sesaat kita larut dalam keheningan
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga

Inikah musim semi yang sarat nyanyian
Juga tarian burung-burung itu?
  Kerinduan bagai awah gunung berapi
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu
Adalah puisi adalah gelombang lautan
Yang menghapus jejak hujan
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Pada kulit dan rambutmu
Menghapus jarak dan bahasa
Antara kita berdua

1988
Analisis Puisi dengan Teori Riffaterre
Ketidaklangsungan Ekspresi dalam Puisi
Ciri penting puisi menurut Michael Riffaterre adalah puisi mengekspresikan konsep-konsep dan benda-benda secara tidak langsung. Sederhananya, puisi mengatakan satu hal dengan maksud hal lain. Hal inilah yang membedakan puisi dari bahasa pada umumnya.
Ketidaklangsungan ekspresi puisi terjadi karena adanya pergeseran makna (displacing), perusakan makna (distorsing), dan penciptaan makna (creating) (Riffaterre dalam Faruk, 2012:141).
Pergeseran Makna (Displacing of Meaning)
Pergeseran makna terjadi apabila suatu tanda mengalami perubahan dari satu arti ke arti yang lain, ketika suatu kata mewakili kata yang lain. Umumnya, penyebab terjadinya pergeseran makna adalah penggunaan bahasa kiasan.
Contoh dalam puisi :
“Ekor cahaya berpantulan dalam matamu”
Maksud dari ekor cahaya yaitu binar – binar sorot mata.

Perusakan atau Penyimpangan Makna (Distorsing of Meaning)
Perusakan atau penyimpangan makna terjadi karena ambiguitas, kontradiksi, dan non-sense. Ambiguitas dapat terjadi pada kata, frasa, kalimat, maupun wacana yang disebabkan oleh munculnya penafsiran yang berbeda-beda menurut konteksnya. Kontradiksi muncul karena adanya penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis. Non-senseadalah kata-kata yang tidak mempunyai arti (sesuai kamus) tetapi mempunyai makna “gaib” sesuai dengan konteks (Salam, 2009:4).
Contoh dalam puisi :


Contoh ambiguitas
“yang menghapus jejak hujan”
Bermakna bahwa yang menghapus jejak adalah hujan, dan mekna lainnya yaitu ada sesuatu yang menghapus jejak hujan. Berarti makna pertama adalah hujan yang menghapus jejak dan makna yang kedua adalah jejak hujan yang terhapus.

Contoh kontradiksi

Contoh nonsens
Mempunyai makna tapi tidak mempunyai arti.
“Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu”
“Ekor cahaya berpantulan dalam matamu”

Penciptaan Makna (Creating or Meaning)
Penciptaan makna berupa pemaknaan terhadap segala sesuatu yang dalam bahasa umum dianggap tidak bermakna, misalnya “simetri, rima, atau ekuivalensi semantik antara homolog-homolog dalam suatu stanza”. Penciptaan arti terjadi karena pengorganisasian ruang teks, di antaranya: enjambemen, tipografi, dan homolog.
Contoh dalam puisi :
Contoh enjambemen
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu

Dalam penggalan tersebut terdapat enjambemen pada kalimat “kuntum demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu” kata kuntum pertama diikutkan pada baris sebelumnya. Barulah pada kata demi dimulai baris selanjutnya. Sehingga membuat baris “demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu” berbeda makna dengan “kuntum demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu”
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu memiliki makna sesuatu dilakukan demi kuntum kesepian. Sedangkan, kuntuk demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu memiliki makna kuntum kesepian itu sedang bermekaran.

contoh tipografi
   Sesaat kita larut dalam keheningan
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
  Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga
Pada bait tersebut terdapat tipografi yaitu susunan atau bentuk baris.

contoh homolog
Sesaat kita larut dalam keheningan
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga


Adalah puisi adalah gelombang lautan
Yang menghapus jejak hujan
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Pada kulit dan rambutmu
Menghapus jarak dan bahasa
Pada kedua bait tersebut memiliki kesamaan susunan baris yang disebut homolog.
Pembacaan Heuristik (Pembacaan Tahap Pertama) dan Hermenuitik (Pembacaan Tahap Kedua)

Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik adalah pembacaan sajak sesuai dengan tata bahasa normatif, morfologi, sintaksis, dan semantik. Pembacaan heuristik ini menghasilkan arti secara keseluruhan menurut tata bahasa normatif dengan sistem semiotik tingkat pertama.

pada bait di atas, menjelaskan bahwa :
penulis menuliskan jejak hujan pada rambut dan kulit seseorang  yang ia cintai.
Dan kuntum bunga yang kesepian yang mekar dipetik dan dialirkan oleh sungai ke muara.

Pada bait kedua, menjelaskan bahwa :
penulis dan orang yang dia cintai  larut dalam keheningan. dan karena cinta yang mereka rasakan mereka merasa betah berada di bumi. Dan penulis menggambarkan mata orang yang penulis cinta seperti lengkungan pelangi yang muncul setelah hujan turun ke telaga.

Pada bait terakhir, menjelaskan bahwa :
dia menggambarkan musim semi yang sarat akan nyanyian dan tarian burung-burung. bahwa kerinduannya bagaikan kawah gunung berapi yang meletup. puisi ini adalah gelombang lautan yang menghapus jejak hujan yang tertulis di pantai hatinya. menghapus jarak dan bahasa diantara dia dan orang yang dia cinta.


Pembacaan Hermenuitik
Setelah melalui pembacaan tahap pertama, pembaca sampai pada pembacaan tahap kedua, yang disebut sebagai pembacaan retroaktif atau pembacaan hermeneutik. Pada tahap ini terjadi proses interpretasi tahap kedua, interpretasi yang sesungguhnya. Pembaca berusaha melihat kembali dan melakukan perbandingan berkaitan dengan yang telah dibaca pada proses pembacaan tahap pertama. Pembaca berada di dalam sebuah efek dekoding. Artinya pembaca mulai dapat memahami bahwa segala sesuatu yang pada awalnya, pada pembacaan tahap pertama, terlihat sebagai ketidakgramatikalan, ternyata merupakan fakta-fakta yang berhubungan.

Pada bait pertama bermakna :
Waktu yang semula terasa sunyi sepi menjadi terasa hangat karena saling memahami hati masing – masing.

Pada bait kedua bermakna :
Meskipun di bumi terasa sepi, tapi seseorang yang sedang merasakan cinta ia akan merasa betah berada di dunia. Bahkan hanya melihat sorot matanya pun ia sudah merasakan keindahan seperti pelangi.

Pada bait ketiga bermakna :
Cinta yang telah bersemi membuat kerinduan yang membara yang ingin segera bertemu dan menghapuskan kerinduan yang terpendam.

SIMPULAN

Dari analis puisi Nyanyian Gerimis karya Soni Farid Maulan yang penulis lakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam puisi tersebut memiliki makna orang yang sedang merasakan cinta yang mana dunia yang semula ia rasakan sepi menjadi terasa penuh dengan kehangatan karena saling memahami apa yang ada di dalam hati pasangannya. Dengan kehadiran cinta itu juga yang membuatnya merasa betah hidup di dunia meski sesepi apapun itu, hanya keindahan lah yang ia rasakan ketika ia melihat kekasihnya. Dan cinta pulalah yang menumbuhkan rasa rindu yang semakin hari semakin membara untuk bertemu dan menghapus segala kerinduan yang terpendam.